Di Indonesia, penyakit ini biasanya dikenal dengan TBC, sedangkan di dunia medis internasional disebut sebagai TB. Penyebutan TBC sendiri berasal dari bahasa Belanda, yaitu Tuberculose, yang kemudian populer di masyarakat Indonesia menjadi Tuberkulosis. Jadi, TBC dan TB sebenarnya sama saja, yang berarti penyakit Tuberkulosis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Menurut situs Kementerian Kesehatan RI, pada 2024 ditemukan sekitar 885 ribu kasus TBC, dengan distribusi:
- 496 ribu kasus pada laki-laki
- 359 ribu kasus pada perempuan
- 135 ribu kasus pada anak-anak usia 0–14 tahun
Statistik ini menegaskan bahwa TBC bukan hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga mengancam generasi muda, termasuk pada anak-anak. Inilah sebabnya TBC pada anak jadi perhatian penting dalam upaya pencegahan dan pengobatan.
Lalu, sebagai orang tua apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu mencegah TBC pada anak? Baca artikel ini sampai selesai, ya.
Alasan Kasus TBC pada Anak Meningkat di Indonesia
Dilansir dari Antara News, penemuan kasus TBC pada anak terus meningkat. Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan deteksi dini atau screening terhadap 90% kasus TBC pada anak. Langkah ini menjadi bagian dari upaya dalam mengatasi TBC, mengingat Indonesia berada di posisi kedua tertinggi di dunia untuk jumlah kasus penyakit tersebut. Selain itu, TBC juga memiliki dampak kompleks yang bisa menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Begitu juga dengan anak dan remaja yang berisiko tinggi karena mobilitas mereka yang tinggi, sehingga memudahkan penularan.
Atas target tersebut, berdasarkan data di 2023 menunjukkan bahwa cakupan penemuan kasus TBC anak mencapai sekitar 136.000 atau 67% dari target 90%. Meski belum mencapai target, namun angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Peningkatan penemuan kasus penyakit TBC ini didukung oleh:
- Peningkatan deteksi aktif karena pemerintah makin gencar melakukan active case finding atau pencarian kasus aktif.
- Integrasi program kesehatan dengan program TBC kini terhubung dengan program stunting dan kesehatan anak di posyandu maupun sekolah.
Meski begitu, angka ini masih perlu dioptimalkan melalui:
- Investigasi kontak.
- Deteksi dini di sekolah.
- Terapi tepat dosis untuk anak dan remaja.
Cara TBC Menyebar
Melansir dari Alodokter, TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyebarannya terjadi melalui udara, terutama saat penderita TBC aktif batuk atau bersin, di mana dalam sekali batuk, penderita dapat mengeluarkan sekitar 3.000 percikan dahak.
Bakteri TBC yang berada di udara bisa bertahan selama beberapa jam, apalagi di ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk. Itulah sebabnya area tertutup dan lembap dapat meningkatkan risiko penularan. Namun, TBC tidak menular lewat sentuhan atau berbagi barang pribadi seperti pakaian. Hal tersebut karena bakteri TBC tidak dapat menempel pada pakaian atau kulit dan tidak bisa bertahan pada benda mati, seperti pakaian, atau barang pribadi lainnya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa TBC menular hanya melalui udara. Sehingga, ketika seseorang menghirup udara yang mengandung bakteri penyebab TBC, ada dua kemungkinan kondisi yang mungkin dialami, yaitu TBC laten dan TBC aktif.
TBC laten adalah fase dimana bakteri TBC masuk ke dalam tubuh, namun tidak berkembang biak secara aktif karena sistem kekebalan mampu menahannya. Dengan begitu, penderita tidak akan menunjukkan gejala TBC dan tidak menularkan penyakit ke orang lain.
Berbeda dengan kondisi TBC laten, pada TBC aktif bakteri sudah berkembang biak dan menyebabkan munculnya gejala TBC. Penderita dapat menularkan penyakit melalui percikan dahak atau udara saat batuk dan bersin. Maka itu, penderita aktif disarankan menggunakan masker, menutup mulut jika batuk atau bersin, serta menghindari keramaian.
Mengapa Anak Lebih Rentan Terkena TBC?
Pada umumnya, anak-anak jarang menularkan TBC, namun mereka justru sangat mudah terinfeksi. Hal ini karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sekuat orang dewasa. Banyak anak mengalami TBC laten, yaitu kondisi ketika bakteri TBC sudah ada di tubuh, tetapi belum aktif. TBC laten bisa berubah menjadi TBC aktif jika daya tahan tubuh melemah.
Melansir dari Kementerian Kesehatan, ada empat kelompok anak yang berisiko tinggi terinfeksi bakteri TBC, yaitu
- Anak di bawah usia 5 tahun. Sistem imun anak belum berkembang sepenuhnya di usia ini, sehingga bakteri TBC yang sudah berada di dalam tubuh lebih mudah menjadi aktif.
- Anak dengan HIV. Infeksi HIV melemahkan daya tahan tubuh, sehingga bakteri TBC yang sudah ada akan lebih cepat berkembang menjadi penyakit aktif.
- Anak dengan kondisi gizi buruk. Kekurangan gizi membuat pertahanan tubuh anak melemah, sehingga lebih rentan terhadap berbagai bakteri, termasuk TBC.
- Anak yang sering berinteraksi dengan penderita TBC. Tinggal serumah atau sering kontak erat dengan penderita meningkatkan risiko penularan.
Risiko tertinggi TBC ada pada bayi dan anak di bawah 5 tahun karena mereka lebih mudah terkena bentuk parah penyakit seperti TBC meningitis yang menyerang otak atau TBC miliaris yang menyebar ke banyak organ. Tanpa pengobatan, TBC aktif ini bisa berakibat fatal bagi anak-anak.
Gejala TBC pada Anak
Menurut situs CDC, gejala umum TBC aktif pada anak meliputi:
- Batuk berkepanjangan
- Lesu dan kurang aktif
- Penurunan berat badan atau gagal tumbuh
- Demam berkepanjangan
- Keringat malam
Jika TBC menyerang otak, disebut dengan TBC meningitis, gejalanya bisa berupa sakit kepala hebat, mengantuk berlebihan, mudah marah, atau kejang. Mengenali gejala ini sejak awal bisa menyelamatkan nyawa anak.
Cara Mendiagnosis TBC pada Anak dan Pengobatannya
Diagnosis TBC pada anak lebih sulit dibanding orang dewasa karena anak jarang menghasilkan dahak. Melansir dari Kementerian Kesehatan, metode yang digunakan antara lain:
- Tes Mantoux, yaitu menyuntikkan bahan uji di kulit dan mengukur reaksinya setelah 48 – 72 jam.
- Rontgen dada untuk melihat kondisi paru-paru.
- Tes darah TBC untuk Mendeteksi infeksi di dalam tubuh.
Tes biasanya dilakukan jika anak punya riwayat kontak dengan penderita TBC, memiliki gejala, atau hasil rontgen mencurigakan.
Kabar baiknya, TBC pada anak bisa disembuhkan jika pengobatan dilakukan secara disiplin, yang dibedakan tergantung jenisnya, yaitu:
- TBC laten: Obat diberikan sekali seminggu selama 12 minggu atau setiap hari selama beberapa bulan.
- TBC aktif: Menggunakan kombinasi 2 – 4 jenis obat selama minimal 6 bulan.
Anak biasanya mulai membaik dalam beberapa minggu setelah terapi dimulai, tetapi penting untuk menghabiskan seluruh pengobatan agar bakteri benar-benar hilang. Sebelum memulai pengobatan, pastikan semua pengobatan yang dilakukan berdasarkan konsultasi dengan dokter, ya.
Langkah Pencegahan TBC pada Anak
Kamu bisa melindungi anak dari TBC dengan melakukan beberapa cara berikut:
- Imunisasi BCG yang diberikan pada bayi baru lahir hingga 3 bulan.
- Memberikan gizi seimbang untuk menjaga daya tahan tubuh.
- Menyediakan rumah yang sehat, seperti memiliki ventilasi baik dan sinar matahari cukup.
- Deteksi dini dengan memeriksa anggota keluarga jika ada yang terkena TBC.
Pemerintah menargetkan eliminasi TBC pada 2030 melalui Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021. Namun, dukungan semua pihak juga sangat penting, mulai dari tenaga kesehatan, sekolah, komunitas, hingga keluarga. Orang tua juga memiliki peran besar untuk mengenali gejala, memastikan vaksinasi lengkap, dan menciptakan lingkungan sehat.
TBC di Indonesia masih jadi masalah besar, termasuk untuk anak-anak. Penularannya cepat, tetapi sebenarnya bisa dicegah. Dengan vaksinasi, gizi yang baik, lingkungan sehat, dan pengobatan tepat, TBC pada anak bisa diatasi.
Kamu bisa berperan dalam eliminasi TBC dengan langkah sederhana, yaitu mengenali gejala, tidak menunda pemeriksaan, dan mendukung pengobatan hingga tuntas. Memiliki asuransi kesehatan juga akan sangat membantu karena kamu tak perlu khawatir dengan biaya saat akan memeriksakan anak ke rumah sakit.
Salah satu asuransi kesehatan yang bisa kamu pertimbangkan adalah Allianz Flexi Medical. Produk asuransi kesehatan ini menawarkan berbagai pilihan perlindungan kesehatan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhanmu. Dengan berbagai manfaat unggulan dan cakupan luas, produk ini memastikan kamu mendapatkan perawatan medis terbaik kapanpun dan dimanapun kamu membutuhkannya. Selain perawatan medis, kamu akan mendapatkan fasilitas Layanan Konsultasi Dokter Online yang dapat digunakan H+1 sejak Polis aktif dengan maksimal 12x setahun untuk Psikolog klinis dan juga Psikiater.