hari anak nasional

Fenomena Tung Tung Sahur dan Peran Orang Tua saat Hari Anak

10 Juli 2025 | Allianz Indonesia
Dari viralnya fenomena ‘Tung Tung Sahur’ yang diikuti dengan tarian lucu anak-anak, hingga anak kecil yang sudah lihai menjadi konten kreator, semua ini menggambarkan bahwa dunia anak di era digital sudah berubah. Pertanyaan penting pun muncul: Di zaman sekarang, apa yang sebenarnya dibutuhkan anak?

Momen Hari Anak Nasional menjadi saat yang tepat bagi para orang tua untuk lebih mengenal lagi anak-anaknya. Jika anak sudah mulai aktif di media sosial, pastikan kamu sebagai orang tua tahu konten apa yang selama ini dikonsumsinya.

Salah satu fenomena terbaru yang ramai di kalangan anak-anak adalah tren “Tung Tung Sahur”. Ini adalah konten musik dan tarian berulang dengan nuansa kocak, yang awalnya muncul menjelang Ramadan.

Bagi orang tua, mungkin tren ini tidak memberikan pengaruh positif bagi anak. Namun, dari sudut pandang anak-anak, “Tung Tung Sahur” adalah bentuk ekspresi, hiburan, dan bagian dari dunia mereka yang penuh rasa ingin tahu.

Anak-anak zaman sekarang, atau disebut juga dengan anak-anak Gen Alpha—serta sebagian Gen Z,  tumbuh dalam dunia yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya.

Jika dulu hiburan anak terbatas pada kartun yang tayang di hari Minggu dan permainan fisik, kini semua hiburan ada di genggaman tangan. Mulai dari TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram Reels menjadi sumber hiburan, eksplorasi, bahkan panutan anak.

Sebuah studi terbaru dari Common Sense Media pada 2020 mengungkapkan bahwa anak-anak berusia 8 – 12 tahun di Amerika Serikat, menghabiskan rata-rata sekitar lima jam sehari di depan layar media untuk hiburan, sementara remaja menghabiskan hampir delapan jam sehari.

Ini bisa menyebabkan anak bisa dengan mudah terpapar konten berlebihan, tidak sesuai usia, atau memunculkan kecanduan digital. Salah satu contohnya adalah “Tung Tung Sahur” yang terlihat lucu dan tidak berbahaya.

Fenomena "Tung Tung Sahur" menunjukkan bagaimana anak-anak zaman sekarang mengekspresikan kesenangannya, bukan lagi hanya main di luar rumah, tapi juga ikut serta dalam budaya digital. Bagi anak-anak mengikuti tren bukan sekadar meniru, tapi cara untuk berinteraksi dengan teman sebaya.

Maka, daripada langsung menyebut tren ini tidak mendidik, orang tua bisa menjadikannya sebagai langkah awal untuk mengenal dunia anak dan membangun bonding yang lebih kuat.  Bahkan, sebelum menonton bersama anak, kamu bisa menonton terlebih dahulu untuk memilah konten yang sesuai untuk anak.

Di tengah derasnya arus digital, orang tua kini menghadapi dilema. Melarang anak sepenuhnya menggunakan media sosial dianggap terlalu ekstrem dan berisiko membuat anak justru merasa tertinggal secara sosial.

Tak sedikit orang tua yang bingung saat anaknya mulai terlalu fokus pada media sosial, meniru semua tren, mengikuti tantangan-tantangan viral, atau bahkan kehilangan minat terhadap kegiatan offline, seperti membaca atau bermain di luar rumah.

Di sisi lain, membebaskan anak tanpa batas juga bukan solusi. Orang tua harus mendidik anak tentang keamanan online, privasi, dan pentingnya berpikir kritis di ruang digital. Termasuk diskusi tentang cyberbullying dan mengevaluasi informasi online.

Maka muncul kebutuhan baru, yaitu menjadi orang tua yang melek digital dan aktif mendampingi. Ini karena anak-anak bukan hanya butuh gadget atau hiburan, melainkan hal berikut:

  • Memberikan validasi dan perhatian karena anak butuh merasa didengar dan dimengerti. 
  • Ruang untuk ingin mengekspresikan diri. Karena media sosial memberikan panggung, maka tugas orang tua adalah membimbing mereka agar mengetahui batasan dan tanggung jawab dari setiap unggahan dan konten yang disajikan di media sosial.
  • Pendampingan, bukan sekadar larangan. Ini karena anak akan lebih terbuka jika orang tua hadir sebagai teman dialog, bukan hanya sebagai polisi yang siap melarang kapan saja.

Menurut Healthy Children, para peneliti telah mengidentifikasi beberapa cara efektif untuk membantu anak-anak menavigasi dunia digital yang terus berubah.

Kamu sebagai orang tua bisa menggunakan kiat-kiat ini untuk memastikan bahwa penggunaan media sosial bagi anak tetap menjadi cara yang sehat dan aman untuk terhubung dengan orang lain, khususnya teman sebayanya dan dunia di sekitarnya.

Cobalah membuat akun media sosial yang terhubung dengan akun si kecil, tonton konten yang disukainya, dan cari tahu tren-tren yang sedang populer. Dengan begitu, kamu bisa lebih nyambung saat berdiskusi dan tidak terkesan menggurui.

Tanyakan pada anak mengapa mereka menyukai konten tertentu. Untuk anak yang sudah lebih besar, ajak mereka untuk berpikir kritis apakah konten itu lucu karena kreatif atau karena ikut-ikutan?

Mendiskusikan konten yang sedang tren menjadi area pembelajaran baru sehingga ini akan mendorong pembicaraan terbuka tentang topik yang mungkin sebelumnya sungkan dibicarakan anak pada orang tuanya.

Jangan melarang tanpa kompromi, termasuk untuk anak-anak yang tergolong pre-teen atau sudah remaja. Lebih baik buat kesepakatan bersama soal durasi menonton, jenis konten yang boleh diakses, atau kapan harus “puasa” gadget.

Untuk anak yang lebih kecil, akan sangat membantu jika kamu memiliki rutinitas dan batas waktu yang konsisten dan dapat diprediksi. Gunakan aplikasi pengatur waktu untuk memudahkan anak bertransisi ketika waktunya habis.

Ajak anak melakukan kegiatan kreatif lain, seperti menggambar, membuat vlog bersama, atau bahkan ikut membuat konten edukatif. Jika mereka merasa diperhatikan dan dilibatkan, ketergantungan pada media sosial berkurang secara alami.

Pada anak remaja, ini bisa berupa sikap menarik diri dari pertemanan dan hobi. Untuk anak yang lebih muda, tanda-tandanya antara lain kurangnya minat pada kegiatan lain.

Pada semua usia, tanda bahaya lainnya adalah penggunaan media sosial yang sudah mulai mengganggu aktivitas fisik, makan sehat, atau waktu tidur.

Itulah hal penting yang harus dilakukan oleh para orang tua di momen Hari Anak Nasional ini. Jadikan momen ini sebagai refleksi apakah kamu sudah benar-benar memahami kebutuhan anak-anak di era digital ini atau belum.

Author: Allianz Indonesia
Allianz memulai bisnisnya di Indonesia dengan membuka kantor perwakilan di tahun 1981. Kini Allianz Indonesia hadir untuk bisnis asuransi umum, asuransi jiwa, kesehatan, dana pensiun dan asuransi syariah yang didukung oleh lebih dari 1.400 karyawan dan lebih dari 20.000 tenaga penjualan dan ditunjang oleh jaringan mitra perbankan dan mitra distribusi lainnya untuk melayani lebih dari 7 juta tertanggung di Indonesia.
Pilihan Artikel yang direkomendasikan

Jul 11, 2025

Jul 10, 2025