Program imunisasi anak lengkap bertujuan membentuk kekebalan tubuh terhadap infeksi tertentu agar tidak menimbulkan komplikasi berat atau berakibat fatal.
Namun, tidak sedikit orang tua yang merasa khawatir atau bingung saat anak tetap jatuh sakit meskipun sudah menjalani imunisasi anak lengkap. Sehingga muncul pertanyaan, apakah vaksinnya tidak bekerja? Apakah daya tahan tubuh anak bermasalah?
Nah, untuk menjawab kekhawatiran tersebut, artikel ini akan membahas ragam fakta di balik imunisasi anak.
Jenis Imunisasi dan Kapan Diberikan?
Mengacu pada jadwal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), berikut beberapa imunisasi dasar yang sebaiknya diberikan kepada anak, mulai dari usia 0 hingga 18 tahun:
- Hepatitis B (HB), untuk mencegah infeksi hati yang bisa berkembang menjadi kanker hati. Dalam kondisi normal, imunisasi ini diberikan kepada bayi segera setelah lahir sebelum 24 jam yang didahului dengan pemberian suntikan vitamin K1 30 menit sebelumnya.
- BCG, jenis imunasi yang berperan untuk mencegah tuberkulosis (TBC), dan diberikan segera setelah lahir atau sebelum bayi berusia 1 bulan.
- Polio, berfungsi untuk melindungi dari kelumpuhan akibat virus polio. Imunisasi ini diberikan pada saat bayi berusia 4 dan 9 bulan.
- DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), memiliki fungsi guna mencegah penyakit difteri, batuk rejan, dan tetanus.
- Hib (Haemophilus influenzae tipe B), guna mencegah radang selaput otak dan pneumonia, yang diberikan pada usia 2, 4, 6 bulan atau 2, 3, 4 bulan dan usia 18 bulan.
- PCV (Pneumokokus), mencegah pneumonia dan infeksi telinga tengah.
- Rotavirus (RV), jenis imunisasi untuk mencegah diare berat, yang diberikan dalam tiga dosis. Dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 – 12 minggu, interval antar dosis 4 – 10 minggu, dan dosis ketiga paling lambat usia 32 minggu.
- Vaksin Influenza, jenis imunisasi yang sebaiknya diberikan setiap tahun untuk mencegah flu berat. Imunisasi ini dilakukan dua dosis vaksin dengan interval 4 minggu, yang dapat diberikan mulai dari usia 6 bulan.
- Vaksin MR & MMR, jenis imunisasi untuk mengurangi kejang demam dengan tahapan tiga dosis, yang dapat dimulai sejak usia 9 bulan, dosis kedua saat berusia 15 – 18 bulan, dan dosis ketiga saat anak berusia 5 – 7 tahun.
- Vaksin Japanese Encephalitis (JE), diberikan untuk anak yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis.
- Vaksin Varisela, berfungsi untuk mencegah infeksi virus yang bisa menyebabkan cacar air.
- Hepatitis A, diberikan mulai usia lebih dari 12 bulan dalam dua dosis dengan interval 6 – 18 bulan.
- Tifoid, guna mencegah penyakit demam tifoid atau tipes, yang dapat diberikan sejak anak berusia 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun.
- Human Papiloma Virus (HPV), diberikan kepada anak perempuan yang berusia 9 – 14 tahun dalam dua dosis dengan interval 6 – 15 bulan. Jika anak sudah berusia 15 tahun lakukan sesuai dengan dosis dewasa.
- Vaksin Dengue, bermanfaat untuk mencegah demam berdarah dengue (DBD) serta meminimalisir risiko yang fatal jika terinfeksi penyakit ini.
Bayi sebaiknya mulai mendapatkan imunisasi sejak bayi sesuai arahan Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan jadwal lanjutan di usia sekolah dasar dan remaja. Setelah mengetahui 15 jenis imunisasi serta vaksin yang disarankan untuk diberikan pada buah hati, mungkin kamu berpikir, apakah anak akan jadi sehat terus? Jawabannya adalah tidak selalu. Namun, ketika anak jatuh sakit, juga jangan beranggapan bahwa imunisasinya gagal.
Imunisasi Tak Menjamin Anak Tidak Pernah Sakit
Penting untuk dipahami bahwa imunisasi bukan jaminan anak tidak akan pernah sakit. Vaksin imunisasi bekerja dengan cara melatih sistem imun agar siap mengenali dan melawan kuman penyebab penyakit tertentu. Jika pun anak terinfeksi, gejalanya cenderung lebih ringan dibandingkan anak yang tidak menjalankan imunisasi.
Menurut Health New Zealand, imunisasi tidak memberikan perlindungan 100%, namun tetap efektif dalam mencegah komplikasi serius, yang menyebabkan anak harus dirawat inap atau kemungkinan terburuk yaitu meninggal dunia akibat penyakit menular.
Sebagai contoh:
- Anak yang sudah mendapat vaksin campak mungkin tetap bisa terinfeksi, tapi hanya mengalami ruam ringan tanpa demam tinggi.
- Anak yang sudah vaksin influenza mungkin masih teinfeksi flu, tetapi tidak sampai sesak napas atau dirawat.
Lalu, Mengapa Anak Masih Sering Sakit?
Banyak faktor yang menyebabkan anak tetap bisa jatuh sakit, meskipun sudah menjalani imunisasi lengkap, antara lain:
a. Paparan lingkungan
Anak-anak yang mulai masuk daycare atau sekolah, lebih sering terpapar virus dan bakteri dari teman-temannya. Ruang kelas atau tempat bermain yang tidak bersih bisa menjadi sarang virus dan bakteri.
b. Munculnya alergi
Alergi tersebut bisa terbentuk seiring tumbuh kembang anak. Contohnya adalah rhinitis alergi atau asma bisa menyebabkan batuk dan pilek berulang, namun sering disalahartikan sebagai infeksi.
c. Perubahan cuaca dan kondisi yang tak menentu
Akhir-akhir ini, kondisi cuaca juga tidak bisa diprediksi. Ketika sudah bulan-bulannya musim kemarau, hujan hingga banjir tetap mungkin terjadi. Akibatnya, fluktuasi suhu yang ekstrem memengaruhi daya tahan tubuh anak-anak hingga orang dewasa.
d. Pola makan kurang sehat
Terlebih dengan lifestyle yang terus berubah, makanan atau minuman kurang nutrisi malah semakin diminati. Kekurangan vitamin dan mineral penting, seperti vitamin C dan zinc, bisa menurunkan imunitas anak.
e. Kurang tidur
Anak-anak yang kurang tidur cenderung lebih mudah sakit karena tubuh tidak punya cukup waktu untuk memperbaiki sel-sel kekebalan. Selain itu, kamu sebagai orang tua juga harus memperhatikan imunisasi yang perlu diulang pada anak sebagai booster. Hal ini untuk mempertahankan atau meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap penyakit tertentu.
Maka dari itu, imunisasi hanya salah satu bagian dari strategi perlindungan kesehatan anak, bukan satu-satunya.
Kapan Harus ke Dokter?
Melansir dari Dr 2 Kids, beberapa kondisi yang menandakan anak perlu segera diperiksakan ke dokter, antara lain:
- Pilek yang tidak kunjung sembuh dalam waktu lebih dari 10–14 hari.
- Demam tinggi di atas 38,9 derajat yang berlangsung lebih dari 3 hari.
- Batuk disertai napas cepat atau bunyi mengi dari tenggorokan (bengek).
- Muntah atau diare parah yang membuat anak dehidrasi.
- Penurunan nafsu makan secara drastis atau berat badan turun terus-menerus.
Apabila anak mengalami gejala yang tidak kunjung membaik, segera konsultasikan ke dokter. Deteksi dini akan membantu proses penyembuhan yang lebih cepat.
Cara Memperkuat Imunitas Anak
Agar imunitas anak lebih optimal setelah menjalani imunisasi, orang tua bisa menerapkan beberapa langkah berikut:
1. Berikan nutrisi seimbang
Pastikan anak mengonsumsi makanan yang kaya vitamin A, C, D, zat besi, zinc, dan protein.
2. Rutin olahraga ringan
Anak yang aktif atau banyak kegiatan fisik akan cenderung memiliki sistem imun yang lebih kuat. Contohnya adalah bermain di luar ruangan setiap sore hari.
3. Istirahat cukup
Anak usia prasekolah membutuhkan 10–13 jam tidur per hari, termasuk tidur siang.
4. Ajari kebersihan diri dan kebiasaan sehat
Contohnya seperti membiasakan anak mencuci tangan sebelum makan dan setelah dari toilet.
5. Meminimalkan paparan asap rokok dan polusi
Lingkungan bersih turut menjaga saluran pernapasan anak tetap sehat. Contohnya orang tua dan orang-orang terdekatnya tidak ada yang merokok.
Sebagai orang tua, kamu tentu ingin memberikan perlindungan terbaik untuk anak, termasuk dalam hal kesehatan. Imunisasi anak lengkap adalah awal yang baik, kemudian kamu juga bisa melengkapinya dengan akses layanan medis yang tepat saat anak jatuh sakit.
Allianz Flexi Medical hadir sebagai solusi perlindungan kesehatan menyeluruh untuk keluargamu. Dengan fleksibilitas manfaat rawat jalan dan rawat inap, kamu tidak perlu khawatir soal biaya ketika anak memerlukan pemeriksaan dokter, tes laboratorium, atau perawatan lanjutan.