Bahaya bagi Kesehatan Mental, 5 Tips Hindari Self Diagnosis

10 Oktober 2022 | Allianz Indonesia
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia setiap 10 Oktober, mari kita kenali bahaya self diagnosis terhadap kesehatan mental.

Apakah kamu pernah merasakan cemas berlebihan bersamaan dengan rasa lelah, lalu memutuskan mencari tahu gejala penyakit yang dialami di internet, ketimbang pergi memeriksa diri ke dokter? Menurut hasil pencarian, kamu mendapati bahwa cemas berlebihan yang sering kamu alami mengindikasi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma. Padahal, belum tentu lho kamu mengidap PTSD. 

Kondisi seperti itu biasa disebut dengan self diagnosis, istilah yang digunakan ketika seseorang mendiagnosis penyakit yang sedang dialami berdasarkan pencarian informasi secara mandiri tanpa berkonsultasi ke pakar atau ahlinya. Selain kesehatan fisik, banyak juga orang yang melakukan self diagnosis untuk memeriksa kesehatan mental.

​​Meningkatnya kepedulian masyarakat tentang kesehatan mental ironisnya dibarengi dengan tren self diagnosis yang sebenarnya berbahaya. Kebiasaan melakukan tindakan self diagnosis seharusnya dihindari ketika kamu telah merasakan hal yang aneh sedang terjadi. Menarik kesimpulan pada kesehatan mental seseorang tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan informasi-informasi yang dapat diperoleh dari internet.

Risiko mengalami kondisi kesehatan yang lebih parah pun bertambah besar bila kamu sembarangan mengonsumsi obat atau menjalani metode pengobatan yang tidak disarankan oleh pakar atau ahlinya. Padahal, diagnosis suatu penyakit sebenarnya hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis, seperti dokter, psikiater, atau psikolog.

 

Baca juga: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: 5 Cara Mengelola Kesehatan Mental

 

Dilansir dari Alodokter, ada beberapa dampak buruk yang mungkin muncul ketika kamu melakukan self diagnosis, antara lain:

1. Salah diagnosis

Menetapkan diagnosis tidaklah mudah. Diagnosis ditentukan berdasarkan analisis yang menyeluruh dari gejala, riwayat kesehatan terdahulu, faktor lingkungan, serta temuan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Tidak jarang, dibutuhkan berbagai pemeriksaan lanjutan serta observasi yang mendalam untuk mengetahui apakah ada masalah dengan fisik maupun mental seseorang.

Ketika melakukan self diagnosis, kamu sangat bisa melewatkan faktor-faktor penting tersebut, sehingga akhirnya kamu menyimpulkan diagnosis yang salah. Terlebih, jika informasi yang kamu peroleh berasal dari sumber-sumber yang tidak terpercaya.

2. Salah penanganan

Jika penetapan diagnosisnya tidak tepat, kemungkinan besar penanganannya juga akan keliru. Setelah self diagnosis, seseorang bisa saja membeli obat atau melakukan pengobatan lain yang salah. Padahal, setiap penyakit memiliki penanganan, jenis obat, dan dosis obat yang berbeda-beda.

3. Memicu gangguan kesehatan yang lebih parah

Karena salah mendiagnosis dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat, penyakit yang kamu derita justru bisa menjadi lebih parah atau menambah penyakit baru (komplikasi). Hal ini terjadi karena obat yang kamu konsumsi tidak berdampak apa-apa terhadap penyakit yang kamu alami.

Maka dari itu, apabila kamu merasakan suatu gejala yang mengganggu keseharian kamu, segera konsultasikan ke pakar atau ahlinya untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat

 

Baca juga: Baik untuk Kesehatan Mental, Ini Manfaat yang Bisa Kamu Dapatkan dengan Terapi

 

Jika dilihat dari sisi lain, self diagnosis bisa berupa bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan sikap cermat akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Akan tetapi, bentuk kepedulian ini akan sia-sia jika pada akhirnya malah membahayakan diri sendiri.

Ada beberapa cara yang bisa kamu biasakan mulai sekarang untuk menghindari self diagnosis agar tidak berujung bahaya menurut artikel yang ditayangkan IDNTimes.

1. Hindari mencari tahu hanya bermodalkan internet

Hanya dengan buka handphone, lalu scroll media sosial, kamu bisa mendapatkan berbagai jenis informasi dan konten bermanfaat, namun sayangnya tidak satupun yang bisa menjamin keakuratan informasi tersebut. Nah, sebagai pengguna, kamu perlu memilah informasi yang dikonsumsi. Nah, dalam case ini, ada baiknya kamu memilih konten kesehatan mental yang memang dibuat oleh ahlinya, seperti psikolog, psikiater, atau lembaga resmi yang menangani kondisi kejiwaan atau kesehatan mental seseorang. 

2. Jangan jadikan selebritas/tokoh fiktif penderita gangguan mental tertentu sebagai rujukan

Terkadang ketika melihat pengalaman orang lain di media sosial, kita dapat menemukan adanya kesamaan gejala atau kondisi yang dirasakan. Kesamaan ini mungkin dapat mendorong kita untuk mengambil kesimpulan bahwa kita mengalami kondisi kejiwaan yang sama pula. Meskipun terdapat kemiripan, penting untuk diingat bahwa kondisi mental setiap orang tentunya kompleks dan tidak dapat disamakan.

3. Lebih baik untuk tidak mengikuti tes-tes online terkait kesehatan mental

Sekadar ingin tahu untuk mengikuti tes-tes daring, boleh saja. Akan tetapi, jika hasil tes yang belum tentu kredibel tersebut dijadikan dasar diagnosis atas kesehatan mental, itu yang tidak boleh. Selain kerap tidak jelas asal-usulnya, hasil dari tes-tes online seperti itu tentu saja hanya berdasarkan gejala umum, bukan gejala yang lebih spesifik.

4. Jangan anggap serius perkataan teman atau orang lain yang mengatakan bahwa kamu mengidap gangguan mental tertentu

Berdasarkan sikap atau perilaku kamu yang dianggap aneh atau tidak biasa, apalagi jika dilakukan berulang kali, tak jarang teman atau orang-orang di sekitar kamu menduga atau mengaitkan perilaku kamu itu dengan gangguan mental tertentu yang mereka anggap serupa. Padahal, belum tentu apa yang mereka tahu itu betul-betul akurat.

5. Apabila merasa punya gangguan mental tertentu, segera periksakan diri

Satu langkah tepat apabila kamu merasakan adanya gejala yang berdampak pada kesehatan mentalmu adalah dengan mencari pertolongan dari pakar atau ahli, seperti dokter, psikolog, dan psikiater. Jangan takut dianggap gila, karena kesehatanmu jauh lebih penting dari segala macam omongan-omongan orang lain.

 

Kamu tetap bisa mencari informasi mengenai keluhanmu atau solusi apa yang terbaik untukmu. Namun, jadikan ini sebagai bekal untuk berdiskusi dengan dokter, bukan self diagnosis, supaya kamu benar-benar mengerti apa yang terjadi pada dirimu dan mendapatkan pengobatan yang tepat. Ingat ya, kesehatan mental adalah kunci untuk bisa produktif dalam beraktivitas.

Semoga kamu selalu sehat fisik dan juga mental ya!

Author: Allianz Indonesia
Allianz memulai bisnisnya di Indonesia dengan membuka kantor perwakilan di tahun 1981. Kini Allianz Indonesia hadir untuk bisnis asuransi umum, asuransi jiwa, kesehatan, dana pensiun dan asuransi syariah yang didukung oleh lebih dari 1.400 karyawan dan lebih dari 20.000 tenaga penjualan dan ditunjang oleh jaringan mitra perbankan dan mitra distribusi lainnya untuk melayani lebih dari 7 juta tertanggung di Indonesia.
Pilihan Artikel yang direkomendasikan

Nov 08, 2023

Okt 26, 2023