Pandemi virus corona memunculkan kesadaran masyarakat tentang tingginya risiko kesehatan yang dihadapi sehari-hari. Kini, kita menyadari betapa sebuah virus bisa sedemikian mudah menyebar hingga ke penjuru dunia. Dan, betapa virus yang mudah berpindah-pindah itu bisa mengakibatkan penyakit yang berujung fatal bagi seorang manusia.
Lebih dari setahun setelah peredaran virus corona terdeteksi, upaya memerangi pandemi belum berakhir. Sejak akhir 2020, sejumlah negara memang telah menggelar program vaksinasi COVID-19. Namun, mengingat program vaksinasi baru berjalan sekitar dua bulan, sementara penyebaran virus sudah berlangsung setahun, kita menyadari bahwa pandemi masih jauh dari kata usai.
Mengutip data yang ditampilkan di situs Worldometers, penyebaran virus corona telah terjadi di 219 negara dan wilayah. Jumlah infeksi baru per 24 Februari 2021 mencapai 443.912 kasus. Sedangkan jumlah total infeksi selama pandemi mencapai 113.605.556 kasus. Dari kasus sebanyak itu, 89.195.198 kasus berakhir dengan sembuh. Sedangkan, 2.520.566 kasus yang tersisa berujung pada kematian.
Dalam catatan Satgas Penanganan COVID-19, total kasus infeksi virus corona di Indonesia mencapai 1.322.866 kasus per tanggal 26 Februari 2021. Perinciannya, sebanyak 158.408 kasus masih dalam status infeksi aktif, atau setara 12% dari jumlah terkonfirmasi. Sedangkan jumlah kasus yang berakhir sembuh mencapai 1.128.672 kasus, atau 85,3% dari kasus terkonfirmasi. Sementara 2,7% kasus lainnya, atau 35.786 kasus berakhir dengan kematian.
Baca juga: Seperti Apa Kesiapan Manusia Menghadapi Wabah di Masa Mendatang?

Antisipasi kemunculan pandemi baru di masa depan
Jumlah kasus yang belum berangsur turun membuat warga dunia waspada terhadap kemunculan pandemi baru. Hal ini bukan tanpa alasan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa kita perlu mengantisipasi kemunculan pandemi baru.
1. Pandemi muncul sekitar satu abad sekali
Beberapa jurnal termasuk salah satunya yang ditulis oleh Bill Gates dalam The New England Journal of Medicine, April 2020, menyebutkan COVID-19 sebagai patogen yang terjadi sekali dalam satu abad yang telah dikhawatirkan sejak lama. Benarkah pandemi terjadi setiap satu abad sekali? Liputan6 pada April 2020 menerangkan bahwa wabah Marseille di Perancis terjadi di tahun 1720. Dilanjutkan dengan wabah kolera yang muncul pada tahun 1917 di India, kemudian menyebar ke Thailand, Indonesia, dan Filipina pada tahun 1820. Ada pula wabah Spanish Flu yang diperkirakan muncul tahun 1918. Kemudian yang sedang terjadi saat ini ialah virus corona yang pertama kali muncul tahun 2019 dan berlangsung hingga kini. Mengingat pandemi di masa lampau bisa berlangsung beberapa tahun sejak kemunculannya, maka saat ini kita sebaiknya masih perlu waspada tentang kemungkinan munculnya pandemi baru.
2. Manusia masih merusak ekosistem alam
Dikutip dari CNN, Januari 2021, Jean-Jacquies Muyembe Tamfum, guru besar yang menemukan virus ebola di tahun 1976 berkata, salah satu penyebab munculnya pandemi adalah karena manusia merusak ekosistem alam dengan cara merambah hutan, mendesak habitat hewan liar, sehingga hewan-hewan tersebut masuk ke pemukiman penduduk dengan membawa virus. Langkah manusia yang menangkap hewan liar di hutan dan menjual mereka di pasar satwa langka juga menjadi salah satu penyebab transfer virus dari hewan ke manusia. Selama praktik ini masih berlangsung, maka kemungkinan kemunculan pandemi baru akan tetap ada.
3. Tidak ada langkah antisipasi
Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seperti dikutip Economic Times, Desember 2020, mengatakan bahwa COVID-19 bukanlah pandemi terakhir. Pasalnya, dia mengingatkan perilaku manusia yang selalu menghabiskan banyak biaya ketika pandemi terjadi, lalu melupakannya setelah pandemi usai. Sehingga, manusia tidak melakukan langkah pencegahan pandemi di kemudian hari. Menurutnya, pandemi telah menerangkan pentingnya menjaga kesehatan manusia, hewan, dan planet. Sehingga, langkah antisipasi utama dalam mencegah pandemi ialah dengan meningkatkan hubungan yang sehat antara manusia dan hewan, serta mencegah perubahan iklim.
Baca juga: Hadapi Pandemi Lebih Tenang dengan Asuransi Kesehatan
Pandemi yang mungkin muncul di masa mendatang
Hasil pantauan para peneliti, terdapat sejumlah virus penyakit menular yang berpotensi menjadi pandemi baru. Beberapa di antara virus yang disebut perlu diantisipasi yaitu:
Virus Nipah
Sesuai dengan namanya, virus ini pertama kali terpantau muncul di Kampung Sungai Nipah, Malaysia, pada tahun 1998. Dibawa oleh kelelawar pemakan buah, virus ini sempat menyebar hingga Singapura, bahkan India. Virus ini patut diwaspadai peredarannya mengingat ia bisa menyebabkan infeksi yang fatal. Tingkat kematian kasus infeksi virus ini berkisar 40% hingga 75%. Apalagi, belum tersedia vaksin untuk infeksi yang disebabkan virus nipah.
Virus Flu Babi G4
Virus flu babi G4 memang bukan virus yang sama sekali baru. Para peneliti menyebut virus ini masih berkerabat dengan virus H1N1 yang pernah menimbulkan wabah di tahun 2009. Kehadiran virus ini terdeteksi saat ilmuwan dari China Agricultural University (CAU) melakukan penelitian atas virus-virus yang ada di babi pada tahun 2011. Dari penelitian tersebut, tim CAU mengidentifikasi tidak kurang dari 179 jenis virus. Virus G4 termasuk di antara ratusan virus yang terpantau itu.
Di tahun 2016, China mencatat peningkatan jumlah kasus infeksi akibat virus flu babi G4 di 10 provinsi. Dari hasil observasi para peneliti, mereka yang terinfeksi virus G4 akan mengalami gejala-gejala seperti bersin dan batuk. Orang yang terinfeksi juga akan mengalami penurunan berat badan sekitar 7,3% hingga 9,8% dari massa tubuh.
Gejala penyakit yang disebabkan virus G4 menurut Mayo Clinic lebih panjang lagi. Infeksi yang disebabkan virus G4 seperti demam, sakit tenggorokan, hidung berair, sakit kepala, pegal dan kelelahan, diare hingga mual dan muntah.
Disease X
Istilah ini merujuk ke penyakit menular yang belum teridentifikasi, namun bisa menjadi ancaman bagi umat manusia apabila menyebar di masa mendatang. Kasus penyakit akibat virus yang belum teridentifikasi ini terakhir kali terjadi di Republik Demokratik Kongo.
Seorang pasien wanita di sebuah rumah sakit di Ingende, Kongo, menunjukkan gejala seperti demam berdarah. Tenaga kesehatan setempat sempat menduga sang pasien terkena virus ebola. Namun saat dites, ternyata hasilnya negatif. Hasil serupa diperoleh saat si pasien menjalani tes virus lainnya.
Setelah menjalani perawatan, sang pasien memang sembuh. Namun kasus ini mengundang perhatian para peneliti dan ahli kesehatan. Salah seorang di antaranya adalah Jean Jacques Muyembe Tamfum, yang pernah terlibat dalam penelitian virus Ebola di tahun 1976. Tamfum menyebut kasus ini sebagai contoh disease X. Ia mengingatkan risiko virus yang menyebabkan penyakit menular di antara hewan, mengalami mutasi, hingga bisa menulari manusia.
Baca juga: Kenali Long Covid, Gejala Covid-19 Berkepanjangan Meski Sudah Dinyatakan Sembuh
Pentingnya proteksi mengantisipasi pandemi baru
Lalu apa yang bisa kita lakukan menghadapi berbagai risiko kesehatan yang bisa datang di masa depan? Ahli dan peneliti kesehatan menyarankan agar kita tetap menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi sebagai salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan sehari-hari.
Setiap orang sangat disarankan untuk mencuci tangan menggunakan sabun agar tidak mudah dihinggapi virus. Kebiasaan menggunakan masker serta menjaga jarak fisik dengan orang lain juga dinilai efektif untuk menghambat pergerakan virus.
Apabila ruang geraknya terbatas, virus akan sulit mendapatkan inang baru, alias tubuh orang yang akan diinfeksinya. Para ahli juga percaya, membatasi peredaran virus berarti memperkecil kemungkinan virus mengalami mutasi. Ini berarti, menekan juga kemungkinan munculnya jenis virus baru, yang bisa menimbulkan risiko kesehatan.
Dari sisi keuangan, kita perlu mencegah pengeluaran yang besar akibat terinfeksi virus pandemi dengan memiliki proteksi, salah satunya asuransi kesehatan. Dengan memiliki asuransi kesehatan, kita bisa terhindar dari gangguan finansial di saat risiko kesehatan muncul.
Dari banyak produk yang tersedia di masa kini, pilihlah produk yang menawarkan manfaat sesuai kebutuhan Anda. Salah satu yang bisa menjadi bahan pertimbangan Anda adalah Smartmed Premier, asuransi kesehatan perorangan dan keluarga dari Allianz Indonesia. Smartmed Premier menyediakan fasilitas medis kelas VIP dengan kemudahan fasilitas non tunai di rumah sakit jaringan Allianz di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain-lain. Dalam setahun, tertanggung akan menerima total manfaat hingga Rp6 miliar per orang.
Dan yang lebih penting lagi, asuransi ini menawarkan keleluasaan bagi pemegang polis untuk merancang rencana proteksi. Selain manfaat rawat inap dan rawat jalan, Smartmed Premier juga menawarkan manfaat spesial seperti kemoterapi dan hemodialisis.
Pandemi memang masih berlangsung dan kemungkinan bukan yang terakhir. Namun, kamu bisa meniminalisir risiko finansial jika terjadi pandemi dengan memiliki asuransi kesehatan. Selamat menimbang!